ALI MUTTAQIN SYURYANTO, S.Pd
(MAN TANJUNG REDEB-KAB. BERAU)
(MAN TANJUNG REDEB-KAB. BERAU)
Sebulan terakhir ini semua orang di indonesia bahkan di seluruh dunia di suguhi suatu peristiwa di jagad pemerintahan dunia yaitu tentang pemilihan presiden Amerika Serikat, mulai dari kampanye John Mc Cain dari partai Republik dan Barrack Husein Obama dari partai Demokrat yang konon pernah tinggal di Indonesia bahkan pernah memeluk islam. Tak lain dan tak bukan bukan karena tidak ada alasan tapi karena mimpi para ’pengusung’--baca ’pemilih’ dapat berharap banyak pada warga kulit hitam pertama yang jadi presiden Amerika yang ke 44, tapi juga karena harapan banyak orang bahkan dunia karena kebosanan akan kecongkakan Negara adi daya Amerika yang lagi terkapar ekonominya karena kredit property yang macet. Bukan hanya masalah ekonomi tapi juga karena masalah perang di seluruh dunia mulai dari Iraq, Palestina, iran sampai Korea dan masih banyak lagi. Itu semua karena ada harapan adanya perubahan yang lebih baik dari seorang pemimpin dunia baru. Harapan dari sebuah kejadian yang mempegaruhi kejadian lain itulah yang disebut dengan Butterfly Effect. Dengan kata lain, bahwa semua orang, semua keputusan, semua peristiwa, selalu mempunyai koneksi dan pengaruh pada orang lain dan melahirkan peristiwa lain pula.
Cerita di atas adalah contoh besar dari sebuah istilah Butterfly Effect, bahwa sekecil apapun kepakkan sayap kupu-kupu bisa berakibat besar juga. BAGAIMANA DENGAN GURU? Guru juga memiliki peran yang sangt luar biasa besar di seluruh dunia karena perannya sebagai agen perubah bagi suatu negara di masa yang akan datang. Di pundak para guru inilah terpikul beban yang sangat besar dalam mengemban tugas untuk menyiapkan generasi muda yang akan datang.
Sebagai seorang pendidik dan pengajar, tentulah seorang guru tidak hanya berbekal teoritis akademis tentang bidang keilmuan yang telah ditekuninya selama menuntut ilmu di Perguruan Tinggi saja tapi seorang guru harus melengkapi dirinya dengan bekal ilmu agama pula. Karena agama meluruskan semua kesalahan manusia dari yang bengkok menjadi lurus, dari yang kotor manjadi bersih, dari yang kasar menjadi halus dari yang lemah menjadi kuat atau bahkan sebaliknya. Karenanya seorang guru dituntut secara kelembagaan, apalagi di lingkungan Departemen Agama, untuk memiliki penguasaan ilmu agama yang mumpuni di hadapan siswanya maupun di masyarakat. Karena dengan landasan agama pula seseorang bisa hidup terarah sikap dan tingkah laku termasuk perkataannya. Firman Allah dalam surat Fushshilat ayat 33-35:
33. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
34. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia.
35. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.
Seorang guru akan mempunyai kedudukan luar biasa mulia tidak hanya di hadapan manusia tapi juga di hadapan Allah apabila segala apa yang dikatakannya mengandung nilai-nilai keluhuran budi dan akhlakul karimah sebagaimana akhlak para Rasulullah yang tidak bertentangan dengan Al quran dan As sunnah, karena perkataan yang baik atau kalimat yang baik bisa mendakwahi para siswa menjadi insan yang sempurna akhlaknya. Kalimat yang baik yang diucapkan oleh seorang guru adalah kalimat dakwah yang merupakan sebaik-baik kalimat, ia berada di barisan pertama di antara kalimat-kalimat yang baik yang mendaki ke langit.
Tugas dakwah sebenarnya bukan hanya tugas seorang ustadz tapi tugas bagi sekalian ummat manusia tak terkecuali seorang guru yang mengaku dirinya sebagai hamba Allah – tak peduli profesinya- lebih-lebih mereka yang berprofesi sebagai guru. Dalam pameo orang-orang jawa, guru adalah kependekan dari digugu dan ditiru. Jadi segala tindak tanduknya akan menjadi warisan atau menjadi teladan yang baik bagi anak didiknya. Maka diperlukan sifat sabar dalam mengemban tugas ini, karena kesabaran harus menjadi bekal bagi setiap guru karena sifat-sifat yang baik tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar (Fushshilat: 35).
Butterly effect dari seorang guru akan sangat menentukan nasib bangsa kita ke depan. Dengan akhlak yang mulia dan perkataan yang mulia pula seorang guru bisa memberikan pengaruhnya sebagaimana kepakkan sayap kupu-kupu, kecil sederhana tapi senantiasa berarti dan berpengaruh pada orang disekitarnya di sepanjang hidupnya karena sekolah adalah madrasah ke dua setelah di rumah. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa semua peninggalan anak adam tidak akan dibawa sampai mati, kecuali tiga hal: do’a anak sholeh, amalan yang ikhlas dan ilmu yang berguna. Jadi besarlah amalan si guru jika dia bisa menjadi tauladan atau uswatun hasanah bagi para murid dan orang sekitarnya.
Jadi dakwah bukan hanya persoalan nomer dua tapi nomer wahid. Bisnis yang harus diutamakan diatas semua kepentingan. Adalah suatu keharusan seorang da’i, menyerahkan hidupnya kepada Allah SWT. Dalam surat Yaasin ayat 21 Allah berfirman:
Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, mari kita ikhlaskan diri kita karena tugas mulia kita dan effect butterfly kita yang sangat luar biasa tidak hanya di hadapan Allah SWT tapi juga di hadapan manusia dan janganlah setiap gerak dan gerik kita senantiasa harus berlandaskan fulus-dan fulus. Insyaallah, Allah akan menjadikan kita kaya dunia dan akhirat. Karena di hadapan Allah manusia yang terbaik adalah manusia yang paling bertaqwa.
ternyata jadi guru itu banyak pahalanya kalu kita ikhlas dan bukan hanya mikirin uang saja.good/tq
BalasHapus